Kampuang den jauah dimato
Gunuang sansai bakuliliang
Den takan ajo kawan-kawan lamo
Sangkek basualiang-suliang
(kampungku jauh di mata
Dikelilingi gunung
Ku teringat dengan teman lama
Saat masih bermian suling,
”kampuang den jauah di mato”)
Lagu ini merupakan lagu anak-anak yang pernah dinyanyikan oleh Chikita Meidy seorang artis cilik yang asal Bukittinggi pada tahun 90-an akhir. Lagu ini merupakan lagu daerah yang diajarkan kepada anak-anak sekolah dasar yang bercerita tentang orang yang merantau. Masih banyak lagi lagu-lagu daerah yang bercerita tentang merantau.
Bicara tentang merantau, sebuah Film berjudul ”Merantau” dirilis di Indonesia tahun 2009 kemarin. Film ini menarik perhatian masyarakat, alur ceritanya yang khas dan dibalut dengan kearifan lokal yaitu “silek harimau”. Merantau merupakan film laga yang bercerita tentang anak dari daerah yang merantau untuk mencari kejayaan. Di ibukota ternyata dia harus bertahan hidup bahkan harus terlibat dengan sebuah geng mafia. Dengan keberaniannya ia berusaha mencari jalan keluar dan membela kebenaran yang selama ini diajarkan oleh orangtuanya. Pelaku utama mempunyai keahlian dalam silek harimau yaitu sebuah aliran silek atau silat tua yang berasal dari daerahnya.
Selain menarik perhatian dari dalam negeri, film ini juga diperhitungkan di luar negeri. Sebuah penghargaan dari Amerika Serikat sebagai Film Asing Laga terbaik diberikan untuk film ini, yang berarti film ini diakui oleh International serta disejajarkan dengan film Jet Lee dan Jackie Chan yang telah memboyong penghargaan ini di tahun-tehun sebelumnya. Ada sebuah hal menarik yang kemudian dapat dikaji dari film ini. Kebudayaan merantau yang ada di Minang kabau, membiaskan sebuah kajian psikologis menarik tentang kemandirian pada remaja.
Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak. Transisi masa anak ke dewasa. Pada masa ini biasanya remaja mengalami kebingungan dalam melakukan sesuatu. Bimbang, ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Mengalami masalah dengan orangtua atau orang dewasa. Dimana mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri, namun tidak mempunyai kemampuan untuk mengelola emosi, kematangan secara materi dan motivasi yang meluap-luap. Sehingga terkadang remaja dianggap sebagai sebuah masa destruktif dan suka memberontak.
Untuk itu dibutuhkan sebuah bimbingan dari orangtua atau significant person. bila terarah dengan baik maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggungjawab, tetapi bila tidak terbimbing maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan dengan baik. Masa ini biasanya menjadi masa yang diwaspadai oleh orangtua. Pemberontakan dan perilaku coba-coba yang melekat pada remaja, membuat pengawasan diperketat ketika anak mereka memasuki masa ini. Sejatinya pada masa ini remaja masih memerlukan bantuan dari orangtua maupun significant person dalam hidupnya untuk berkembang dan menemukan jati diri mereka
Namun hal ini bertentangan dengan remaja di daerah Minangkabau. Pada masa ini kebanyakan dari para remaja dilepas oleh orangtua untuk pergi merantau. Merantau diartikan sebagai bepergian ke luar daerah tempat asal untuk mencari kekayaan, kemuliaan dan ilmu (Kato,2002). Ada juga yang menyatakan bahwa merantau pada awalnya merupakan proses menimba ilmu dan menambah pengetahuan tentang masalah persoalan hidup dan memahaminyam, kekayaan dan kejayaan hanyalah hadiah dari itu semua (Muarif, 2009). Orang tua Minangkabau merelakan kepergian anak mereka ke rantau agar menjadi ”orang”, dengan artian menjadi sukses dan dapat berguna dikampung halaman. Sesuai falsafah minang karatau madang dahulu, babuah babungo balun, karantau bujang dahulu, di kampuang baguno balun”(karatau madang dahulu, berbuah belum berbunga, kerantaulah pemuda dahulu, dikampung belum berguna).
Remaja yang merantau ini dilepas ke kota lain oleh orangtua. Mereka biasanya bekerja dan tidak sedikit yang melanjutkan ke perguruan tinggi di kota-kota besar. Kegiatan utama dari para perantau adalah berdagang, hal ini disebabkan karena jiwa bisnis orang minang kabau yang tinggi. Hal ini tentu saja berdampak pada remaja yang merantau dimana mereka harus berusaha dengan segala kemampuan yang mereka punya untuk bertahan di negeri orang lain. Bagi yang berasal dari golongan mampu, biasanya lebih mudah menjalani keseharian karena ada dana yang cukup dari orangtua untuk menjalani hidup. Namun bagi yang berasal dari keluarga yang biasa bahkan tidak mampu biasanya harus berusaha lebih keras untuk bertahan dan bekerja sambil kuliah dijadikan suatu pilihan.
Karena merantau berguan untuk mencari kejayaan dan pengakuan di daerah asal, jarang anak rantau yang melakukan satu aktifitas saja. Organisasi dan bekerja merupakan sautu hal yang biasa oleh mereka. Ketika organisasi dipilih biasanya remaja-remaja ini merupakan sosok loyal di organisasinya, ketika bekerja mereka merupakan sosok ulet yang pandai mencari kesempatan. Para remaja ini mempunyai ciri khas tersendiri. Kebanggaan akan jati diri membuat mereka mudah dikenali. Kepiawaian mengolah kata atau “basilek lidah”, kemampuan lobi dan bisnis yang baik dan kecenderungan untuk hidup berkumpul dengan orang sedaerah. Maka tidak jarang remaja yang awalnya berniat untuk kuliah di rantau mengalami kemunduran akademis. Namun jauh dari orangtua juga mengakibatkan hal lain berupa tidak terkontrolnya tingkah laku bagi remaja yang gagal beradaptasi dan mengaktualisasikan dirinya sehingga beberapa anak rantau ini yang akhirnya terjerumus ke pergaulan bebas, rokok bahkan narkoba. Jauhnya figur kontrol dan komunikasi yang tidak intens karena jauhnya jarak membuat resiko bagi remaja yang rentan atau tidak kuat terjerumus dalam di daerah rantaunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar