Minggu, 31 Januari 2016

Kematian Pertama (2)

Kematian itu datang mengetuk pintu rumah kami. Pertama kali dan membawa pergi orang yang paling dekat denganku. Dalam langkah menjalani hidup kembali, aku tersesat dalam kehilangan yang termat sangat. Kesedihan yang mengalihkan dunia dari pikiranku. Malam itu ketika nikmat nafas dan rasa nyaman diambil dari tubuhku. Aku paham aku butuh pertolongan.

Butuh waktu bagiku untuk bisa terbuka dengan orang lain. Aku menyampaikan ide bukan perasaan. Beliau paham itu dan percakapan panjang kami di tengah malam akan dimulai dengan cerita tentang kesehariannya. Perasaan dan pikirannya tentang kejadian disekitarnya. Kabar tentang rumah, mama, wiwi, kakak dan Jeje. BIasanya aku akan diam mendengarkan. Lalu pada suatu titik, beliau akan bertanya “kabarmu seperti apa” dan mulailah si bungsu bercerita. Si Bungsu terlalu memakai hati ucapnya. Terkadang ia menyatakan “Kuatlah seperti Si Sulung”, “Lantanglah seperti SI Tengah” namun akan berakhir “kamu akan selalu menjadi kamu”.

Sifat ini mempengaruhiku ketika beliau kembali ke Penciptanya. Ketakutan membebani orang lain membuatku bungkam tentang diriku. Kupasang senyum di wajah dan kuhadapi dunia dengan itu. Semua rasa ku simpan di dada dan menyerang diriku sendiri pada akhirnya.

Sadar butuh pertolongan aku pun menghubungi orang-orang terdekat.  Bercerita apa adanya mengenai ruang yang hampa di dalam hati. Tentang rindu akan ciuman, pelukan, suara dan panggilan sayangnya. Tentang mimpi-mimpi buruk yang tidak mau pergi. Entah apa yang mereka dengar di antara isak tangis itu namun keberadaan mereka sedikit demi sedikit  meruntuhkan dinding-dinding yang membelenggu diri.

Ada beberapa kata yang masih ku simpan di dalam dada sampai saat ini., Bila rindu papa aku hanya perlu melihat ke hatiku, beliau ada di situ. Iya.. di hatiku tidak ada ruang hampa itu, beliau bersemayam di situ dalam bentuk paling utuh, paling indah dan paling gagah. Segagah wajah beliau ketika pakaian terakhir ditutupkan ke wajahnya.

Sejenak dan terpatri dalam adalah penghiburan bahwa Allah merupakan pemilik scenario terbaik.
Kamu begitu gigih memperjuangkan caregiverkan, Va. Allah memberikan itu, kamu membersamai dua keluarga ODS dan Allah mengajarkanmu dengan caranya sendiri bagaimana rasa menjadi penjaga orang dengan kanker. Diberitahu tentang rasa sedih, putus asa, takut akan kehilangan dan ketidakpastian yang selama ini hanya kamu tahu lewat membaca. Tidak ada yang salah dengan tangis. Yang salah ada tenggelam dalam kesedihan. Hanya kamu yang dibutakan air mata hingga tidak melihat orang-orang mengapaikan tangan kepadamu untuk member pertolongan, memeluk dan memberimu semua daya yang mereka punya


Redaksionalnya tidak sama namun kata-kata seorang kakak ini menghantamku begitu keras. Membuatku
berbicara kepada orang-orang. Memberitahukan keberadaanku. Aku sedikit-sedikit melepaskan diri untuk bercerita mengenai keadaanku walau masih histeris bila orang-orang menanyakan langsung. Mungkin masih butuh waktu lagi untuk membiarkan orang  yang mengajak berbicara dan bertanya tentang papa.

1 komentar:

  1. Assalaamu'alaikum Kaa, salam kenal saya Nana. Mau nanya nanya tentang perkuliahan mapro psi UGM (klinis) nih kaa. Ada kontak yg bisa dihubungi kak?

    BalasHapus