Senin, 17 Desember 2012

Teman Malam itu Bernama Psikodiagnotika

Apa yang membuat orang-orang merasa bahwa kami yang berada dalam lingkaran profesi psikologi sebagai orang yang bisa membaca orang lain ?. Jawabannya adalah psikodiagnostika  yaitu alat-alat yang membantu menegakkan diagnosa. Jadi bukan seperti peramal yang "abracadabra, tolong dibantu yak... jadi apa prok..prok".. "tada". Selamat anda adalah orang yang seperti ini.. seperti itu... bla..bla..bla and bla.
Dari september kemarin kami (makhluk-makhluk lucu di magister profesi bagian klinis angkatan 9) masuk yang namanya blog PSD/ Psikodiagnostika. Blog yang "mematikan" karena pratikum, skoring, interpretasi dan laporan tentu saja. Awal-awalnya masih bisa mengatur waktu namun ketika jadwal-jadwal ini bertabrakan dengan tugas magister maka sleepless night menjadi pilihan. Untukku 7 jam tidur dalam 4 hari dan kumatnya vertigo berkepanjangan di akhir minggu padahal laporan menumpuk  untuk esok harinya.
Laporan bukan suatu hal yang "mematikan" namun bagaimana mempertanggungjawabkan laporan itu, bagaimana berhadapan dengan orang yang di tes, bagaimana dengan orangtua dari anak yang kita tes. Bagaimana orangtua merespon dan tentu saja masa depan anak tersebut atas apa yang kita laporkan.. Kyaa... Allah.. bantu kami menjadi orang yang berguna untuk orang lain.

trus tujuan nulis ini apa ?... pengingat saya  saja kok, bahwa saya pernah mengalami masa-masa sulit ini, kegalauan ini hingga tidak semena mena ketika profesi nanti...


Saat Ini

bagaimana bila ku menyerah kepada kehidupan
meninggalkanmu dalam kehampaan
meratapi jingga tanpa makna
tanda bahwa aku pernah ada

bagaimana bila ku menyatakan kau enyah saja
tiada lara yang ku pendam lama
esok
kau akan bermakna tiada

bagaimana bila suatu ketika
kau berharap ada kita
hanya hatimu yang berkata iya
sedangkan bumi tetap berputar adanya

 siapkah ?
tiada hal yang kutanyakan terjawab
namun sejenak ku hanya ingin berkata
bagaimana ?

Rabu, 10 Oktober 2012

Open mind, Open heart and Open Hand

Saya baru menyadari bahwa saya bukan tipe orang yang bisa dengan mudah menceritakan masalah kepada orang lain. Setelah diingat pun, dengan para teman dekat saya lebih sering mengungkap masalah tanpa emosi. Menulis diary untuk curhat memang saya lakukan akan tetapi dalam bentuk syair atau puisi sehingga ketika hal itu saya baca lagi, kebanyakan saya mengingat makna tapi tidak bisa mengingat kejadian.

Mengapa ini menjadi penting ?
ada slogan yang sering dipakai teman sekelas saya bahkan sempat menjadi yel-yel kami ketika outbong Magister Profesi. Open mind berarti membuka pikiran untuk semua ilmu dan pengalaman yang akan didapat dari teman-teman baru ataupun dari dunia perkuliahan. Open heart membuka hati untuk mau berbagi rasa, masalah, emosi dan open hand yaitu saling membantu diantara kami.

Open heart ini menjadi misteri terbesar (gaya..-.-). Saya tidak bisa membiarkan orang lain mengetahui apa yang ada di hati saya. Apakah ini karena saya tidak punya trust ? tapi saya merasa percaya bahkan nyaman dengan teman-teman saya. Seringkali ketika masa triad (jadi semacam uji coba terapi dengan berbagai pendekatan dengan teman sekelas) saya mengalami psychological blocking untuk menceritakan masalah sehingga ini juga mempengaruhi teman yang sedang mencoba menjadi terapis saya (bahkan saya teman). Bahkan di suatu terapi saya menangis bukan karena masalah yang saya alami akan tetapi ketidakmampuan untuk mengemungkakan masalah itu.

Ada yang bilang karena selama ini saya menyimpan masalah terlalu dalam, masalahnya menjadi banyak kemudian sulit untuk menemukan awal cerita permasalahan.

Ada yang bilang mungkin karena belum nyaman.

Ada yang bilang ini... Ada yang bilang itu...

hem..

Yang pasti Open heart ini harus sesegera mungkin saya lakukan. Seorang kakak kelas bahkan sudah menceritakan pengalamannya sendiri secara jelas dan memperlihatkan kegunaan dari proses yang satu ini... Semoga cita-cita menjadi muslimah psikolog yang genuine itu tercapai.

Tidak ada perjuangan yang sia-sia toh... :)
May Allah bless us...Allahghoyatuna !!!!

Kamis, 04 Oktober 2012

Dakwahku itu bernama theatre

Tiga tahun sudah theatre yang bernama pena itu berjalan dan terus mencoba untuk bertahan. Pasang surut anggota, latihan yang belum bisa dianggap memadai dan banyak kisah lain yang terus kita rangkai dalam keluarga ini. Menyerah ? jangan.., bahkan kata-kata ini sudah kita hapus sejak lama dari pebendaharaan kata kita.
Banyak ide-ide besar dan luar biasa tentang arah keluarga kecil ini namun tenaga yang ada terasa terlalu kecil untuk mengapai itu semua. Sabar... bukankah tenaga-tenaga kecil kita sudah dijadikan satu... bukankah setiap mimpi besar memerlukan langkah kecil pertama.

Keluarga kecil ini vakun bukan berarti bahwa ini akhir segalanya. Hanya sebuah kesempatan untuk merecharge tenaga, mencari ilmu lebih banyak,  menambah pengalaman kita agar lebih kaya. Jangan bersedih sayangku, gemerlap pentas itu akan menanti, syahdunya naskah dalam ucapan dan gerak itu akan kembali.

Kita mengambil nafas sejenak kali ini bukan karena kita lelah, namun mencari jalan yang lebih baik hingga langkah kecil kita bisa menjajak tanah dengan benar. Ide-ide besar diturunkan ke bumi, ditelaah, dijabarkan pada rangkaian rencana. Hingga tidak hanya mampu menjajakan kaki dengan lebih baik tapi juga bisa menentukan arah jalan yang telah kita pilih bersama ini.


Nikmati waktu ini, hirup nafas dalam-dalam dan maknai segala pengalaman yang kau dapat selagi tidak dirumah, keluargaku. Saat semua siap maka kalian akan masih mendapatiku disini, menanti

hari-hari magister profesi 1

Selamat datang rutinitas baru...
Alhamdulillah beberapa bulan yg lalu diterima di Magister Profesi Psikologi UGM. Belajar menjadi pilihan guna menjadi individu yang lebih baik. Banyak tawaran kerja yang datang tapi diri.masih meras kurang ilmu. Akhirnya setelah bimbang antara magister sains atau magister profesi maka saya memilih ikut profesi.

Pra profesi berjalan, hal yang pertama saya sadari adalah saya mengikuti dua perkuliahan sekaligus. Magister yang akan mengantarkan saya pada gelar M.Psi dan kuliah profesi yang akan menyematkan kata Psikolog dibelakang nama saya nantinya.  Itu hanya dalam dua tahun saja, mulailah terbayang bagaimana kehidupan kuliah ditambah sharing kakak angkatan... ya Allah semoga dikuatkan sampai akhir.

Tidak ada lagi penampilan yang serampangan (saya enggak suka juga sih) tapi bagaimana dengan gamis lucu dan tentu saja tidak resmi yang saya punya ? karena lebih sering bekerja dengan anak-anak maka baju ini cocok tapi kalau kuliah ? hem....

Sepatu teplek karet dan sepatu kets saya pun berganti menjadi sepatu wanita berhak tiga senti (membuat tinggi saya menjadi 179 dan saya jd tampak lebih besar). Sangat memperhatikan penampilan wajah maupun bau badan. Banyak hal teknis lain yang sangat berbeda dengan S1 maupun ketika masa kerja dulu.

Masuk kelas dan seorang dosen berkata "saya tidak mengijinkan kalian menikah selama profesi". Eitss yang mikir ini terlalu radikal tahan dulu. Sang dosen hanya meminta kami konsen dan fokus penuh kepada profesi. Profesi psikolog yang kami pilih bukan profesi main-main, keahlian kami nanti bisa menjadi faktor yang membuat individu yang memiliki masalah menjadi lebih baik. Ibarat dokter keteledoran mempelajari obat bisa jd malpraktek, maka keteledoran kami belajar bisa bikin orang yg punya masalah berat jd tambah berat.

Ketika di kelas yang kupikirkan adalah 36 orang kepala, 36 potensi yang berbeda, 36 karakter yang tentu berbeda pula. Perlu adaptasi lagi, perlu saling mengenali lalu memahami kembali. Padahal dalam waktu singkat kami diminta untuk terbuka satu sama lain dan menjadi satu kapal dimana semua awaknya bekerjasama menuju tujuan akhir... Belum terlihat gejolak yang akan.menghantam perahu kami, maka menurut saya cukuplah cerita tentang hari magister profesi kali ini..