'hai pagi, apa kabarmu hari ini ?", tanyaku
senyum yang ia berikan sebagai jawaban
dan kalbuku yang senantiasa menyambutnya dengan harap mengerti
hari baru ini kupersembahkan untuk sang nanti dan Sang Abadi
Beranjak siang
'Hai Siang, lelahkah kau menanggung matahari berpijar?'
sang siang menunjukkan kegarangannya, pertanda ia masih kuat melakukan tugasnya
aku mengerti,
tenagaku kian lemah, tubuh manusiaku berkata istirahatkan aku. mata mulai memberatkan hati...
sore menjelang
"indah" pujiku...
dia memalingkan mukanya
'kenapa ?' gumamku
malam membingkai
'damai" ujarku
dan kesejukkannya menunjukkanku untuk pergi keperaduan.
tiba-tiba sang pagi, siang, sore dan malam datang
bertanya, meragukan...
"apa yang kau lakukan?"
aku diam
"tidakkah kau melakukan hal berguna untuk Sang Abadi selain menyatakan pujian, sanjungan pada ciptaanNya?"
aku menundukkan kepala
satu hari lewat, tiada sanjungan untukNya. hanya melihat hal yang tak nyata. aku merindukan duniaku yang baka.
Mari singgah, bersama secangkir teh panas dan biskuit susu, kutemani kau bicara tentang duniaku.Dunia nyata yang berbatas kaca,,
Sabtu, 22 Januari 2011
Selasa, 18 Januari 2011
Surat Cinta dari Sang Ayah
PUTRI BUNGSUKU
aku akan pulang ke rumah
tempat putri bungsuku diam menetap
aku akan pulang kerumah
dimana senyum dan tawanya telah ku kenang
dalam masa jauhnya mata dari sosoknya
sekali-kali main lah ke rumah
lihat putri bungsuku disana
carilah badan tinggi besarnya
lalu perhatikanlah ia
lihat senyumnya
dan kau pun akan merasa bahagia
lihat tawanya
serasa dunia sedang ikut gembira bersamanya
Lihat pandangan matanya
sebuah rahasia terbongkar setiap ia mengedipkan mata
dengarkan ia berkata
gulanamu akan terlupa
dengarkan nyanyiannya
sejenak mari lupakan masalah yang ada
kapan kau bisa datang ?
jangan bertanya kepada saya.
ia masih menutup hatinya, ia berkata
dan tidak ada ruang tunggu katanya.
aku akan pulang ke rumah
tempat putri bungsuku berada
entah ia yang kan ku tenggelamkan dalam pelukan hangat rindu
atau aku yang akan terhanyut dalam teduhnya mata dan senyum yang menghangatkan hati itu.
#yah,, setidaknya aku tahu, minat menulis dan "gombal"ku dari siapa#
aku akan pulang ke rumah
tempat putri bungsuku diam menetap
aku akan pulang kerumah
dimana senyum dan tawanya telah ku kenang
dalam masa jauhnya mata dari sosoknya
sekali-kali main lah ke rumah
lihat putri bungsuku disana
carilah badan tinggi besarnya
lalu perhatikanlah ia
lihat senyumnya
dan kau pun akan merasa bahagia
lihat tawanya
serasa dunia sedang ikut gembira bersamanya
Lihat pandangan matanya
sebuah rahasia terbongkar setiap ia mengedipkan mata
dengarkan ia berkata
gulanamu akan terlupa
dengarkan nyanyiannya
sejenak mari lupakan masalah yang ada
kapan kau bisa datang ?
jangan bertanya kepada saya.
ia masih menutup hatinya, ia berkata
dan tidak ada ruang tunggu katanya.
aku akan pulang ke rumah
tempat putri bungsuku berada
entah ia yang kan ku tenggelamkan dalam pelukan hangat rindu
atau aku yang akan terhanyut dalam teduhnya mata dan senyum yang menghangatkan hati itu.
#yah,, setidaknya aku tahu, minat menulis dan "gombal"ku dari siapa#
FOTO SEBUAH KELUARGA
Masih terlau pagi untuk menuliskan banyak hal hari itu. Setelah menginap di kontrakan NUANSA dan ima, aku mengantarkan intan pulang. Perjalanan biasa, setelah sebelumnya makan pagi dan mengantarkan sarapan ke NUANSA untuk ima dan sunu. Aku dan intan pun membahas hal yang selalu kami bahas berdua, akhir-akhir ini, apalagi kalau bukan skripsi. Ke_mandeg_an skripsiku dan ke_mandeg_an ujian padadaran intan, dengan bumbu-bumbu peristiwa harian.
Sesampainya di gapura bertuliskan SAGAN, ada hal yang menarik, seorang anak yang ssepertinya berusia 15 belasan tahun tengah di gendong oleh seorang ibu. ya.. digendong, dari sosoknya, sang anak memiliki kebutuhan khusus. Sang ibu mengendong anak dengan menggunakan kain panjang batik. Seperti sedang menunggu sesuatu. Dan selama itu sang anak didudukkan di tembok yang berada disisi jalan.
Dari Intan, aku mengetahui bahwa sang ibu melakukan hal tersebut setiap hari sekolah. Karena bis sekolahnya menjemput di pinggiran jalan, bukan ke rumah dari siswa. Maka keluarga kecil itu pun berjuang dengan cara mereka. Rumah mereka di daerah dalam samirono, masih terus dari ke dalam (dari cara pengucapan intan sepertinya tempatnya cukup jauh dari situ) dan mereka berjalan menuju gapura SAGAN. Pagi hari, sang ayah akan mengantarkan anak dengan mengunakan kursi roda (didorong dari rumah), lalu ayah akan pergi bekerja, ibu yang menyusul kemudian mengambil alih, menunggui anak sampai bis sekolahnya datang.
Terlihat sederhana, tapi begitu luar biasa. Ketahanan menghadapi dan mengasuh anak-anak normal anda membutuhkan tenaga yang luar biasa. Apalagi dengan orangtua yang harus bertahan, mengasuh, mendampingin anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus. Anak tadi di sosoknya yang seperti remaja abg belasan tahun, masih menggunakan seragam SD.
Begitu salut rasanya melihat orangtua yang mampu mengiring anak-anak mereka sampai keperguruan tinggi, sukses, kaya raya atau apapun yang menjadi faktor kebahagiaan dari dunia. Namun sepertinya hal itu begitu kecil rasanya dibandingkan kesabaran sang ibu mengendong anak ABGnya, yang harusnya dalam masa ini bergaul dengan teman-temannya, memberontak dalam gelora jiwa muda, tapi anaknya berbalut baju SD dan membutuhkan bantuan untuk melakukan apa saja.
Setelah mengantarkan Intan sampai ke kostnya, aku berniat menghampiri sang ibu. mengajak berbicara kalau tidak, mungkin hanya sekedar menyapa dan melemparkan senyum. Betapa kau kuat, wahai Ibu. Tapi ternyata dua sosok ibu dan anak itu sudah tidak ada. Allah belum mempertemukan kami ternyata.
Bukan ku menampikkan perjuangan para ibu dan bapak diluar sana. aku pun begitu bangga dengan papa dan mama serta segala perjuangan mereka. luar biasa, semua orangtua luar biasa. Hanya memperlihatkan sudut lain yang harus diancungi jempol ketika bicara pengasuhan anak oleh orangtua.
Dua orangtua dari anak itu mencerminkan ketelatenan dan kesabaran mereka dengan anak berkebutuhan khususnya. Dan bial ada orangtua diluar sana dengan anak normal mereka, mengeluh, lihatlah foto keluarga ini, agar lebih sadar mereka sedikit lebih beruntung ternyata.
#pengasuhan anak itu menyenangkan, dari pagi ketika anda membuka mata, dan menyadari diri anda sebagai hamba, hingga pejamnya sang mata untuk selamanya. dan landaskanlah semua itu karena cinta kepadaNya#
Sesampainya di gapura bertuliskan SAGAN, ada hal yang menarik, seorang anak yang ssepertinya berusia 15 belasan tahun tengah di gendong oleh seorang ibu. ya.. digendong, dari sosoknya, sang anak memiliki kebutuhan khusus. Sang ibu mengendong anak dengan menggunakan kain panjang batik. Seperti sedang menunggu sesuatu. Dan selama itu sang anak didudukkan di tembok yang berada disisi jalan.
Dari Intan, aku mengetahui bahwa sang ibu melakukan hal tersebut setiap hari sekolah. Karena bis sekolahnya menjemput di pinggiran jalan, bukan ke rumah dari siswa. Maka keluarga kecil itu pun berjuang dengan cara mereka. Rumah mereka di daerah dalam samirono, masih terus dari ke dalam (dari cara pengucapan intan sepertinya tempatnya cukup jauh dari situ) dan mereka berjalan menuju gapura SAGAN. Pagi hari, sang ayah akan mengantarkan anak dengan mengunakan kursi roda (didorong dari rumah), lalu ayah akan pergi bekerja, ibu yang menyusul kemudian mengambil alih, menunggui anak sampai bis sekolahnya datang.
Terlihat sederhana, tapi begitu luar biasa. Ketahanan menghadapi dan mengasuh anak-anak normal anda membutuhkan tenaga yang luar biasa. Apalagi dengan orangtua yang harus bertahan, mengasuh, mendampingin anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus. Anak tadi di sosoknya yang seperti remaja abg belasan tahun, masih menggunakan seragam SD.
Begitu salut rasanya melihat orangtua yang mampu mengiring anak-anak mereka sampai keperguruan tinggi, sukses, kaya raya atau apapun yang menjadi faktor kebahagiaan dari dunia. Namun sepertinya hal itu begitu kecil rasanya dibandingkan kesabaran sang ibu mengendong anak ABGnya, yang harusnya dalam masa ini bergaul dengan teman-temannya, memberontak dalam gelora jiwa muda, tapi anaknya berbalut baju SD dan membutuhkan bantuan untuk melakukan apa saja.
Setelah mengantarkan Intan sampai ke kostnya, aku berniat menghampiri sang ibu. mengajak berbicara kalau tidak, mungkin hanya sekedar menyapa dan melemparkan senyum. Betapa kau kuat, wahai Ibu. Tapi ternyata dua sosok ibu dan anak itu sudah tidak ada. Allah belum mempertemukan kami ternyata.
Bukan ku menampikkan perjuangan para ibu dan bapak diluar sana. aku pun begitu bangga dengan papa dan mama serta segala perjuangan mereka. luar biasa, semua orangtua luar biasa. Hanya memperlihatkan sudut lain yang harus diancungi jempol ketika bicara pengasuhan anak oleh orangtua.
Dua orangtua dari anak itu mencerminkan ketelatenan dan kesabaran mereka dengan anak berkebutuhan khususnya. Dan bial ada orangtua diluar sana dengan anak normal mereka, mengeluh, lihatlah foto keluarga ini, agar lebih sadar mereka sedikit lebih beruntung ternyata.
#pengasuhan anak itu menyenangkan, dari pagi ketika anda membuka mata, dan menyadari diri anda sebagai hamba, hingga pejamnya sang mata untuk selamanya. dan landaskanlah semua itu karena cinta kepadaNya#
Langganan:
Postingan (Atom)