Mari singgah, bersama secangkir teh panas dan biskuit susu, kutemani kau bicara tentang duniaku.Dunia nyata yang berbatas kaca,,
Jumat, 19 Maret 2010
Ramadhanku, Ibu
Ramadhanku, Ibu
Tak lagi sebagai hiasan lagu
Bukan karena pujian darimu
Atau hadiah dari Bapak di meja itu
Tapi karena ku tau puasa wajib bagiku
Ramadhanku, ibu
Bukan lagi paruh waktu
Setengah hari
Lalu minta buka padamu
Namun dapati aku
Menahan bersamamu
Hingga terdengar bedug bertalu-talu
Ramadhanku, Ibu
Tak lagi demi baju baru
Walau ku pun tak menolak bila ibu belikan satu
Namun karena aku tahu
Kesabaran ini
Akan berbuah kelahiran fitri
Seperti ketika ibu melahirkanku di muka bumi ini
( Puisi yang dibuat untuk anak-anak pada sebuah perlobaan puisi, dimana aku menjadi salah satu jurinya mewakili Theater Pena FLP)
Selasa, 02 Maret 2010
Prosa Jiwa dan Raga
Kemudian asa itu diarahkan sejauh mungkin. Sejenak ingin meninggalkan bumi. Raga lelah, namun jiwa menolak berhenti bekerja. Perhatian sudah tertuju pada akhir. Perhentian jiwa dimana ?, apa yang menunggunya di ujung jalan?
buntukah ?
masih ada harapankah?
atau harus ia berjalan diantara jembatan yang bahkan lebih tipis dari rambutnya...seuntai rambut di atas kepalanya dan dibagi 7 pula.
Asa itu ia lantunkan dalam nyanyian rindu
lirih..sedih...sendu
nyanyian para syuhada yang ingin bertemu Rabbnya
Jiwa menoleh ke arah sana..ya, tergetar hatinya, tergores lubuk nurani. Nyanyian itu memperlihatkan ia pada barisan syuhada.
nyanyian dalam kerinduan yang sama
rindu yang membelah dada, namun tidak lirih gegap gempita.
Jiwa ingin bergabung dalam barisan itu, namun tertolak...
sedih, kemudian ia kembali bernyanyi.. pilu.
Raga yang lelah mulai angkat bicara, tak maukah jiwa berdamai dengannya
jiwa berkata
"Jangan bicara padaku, sampai kutemukan kau terbujur kaku syahid di medan laga"
raga diam, bijak tersadar. ia tau kini artinya. Bangkit ia, kemudian lelah tiada. Jiwa bernyanyi lagi...terdengar sayup, namun jelas itu lagu cinta.
Langganan:
Postingan (Atom)